Selasa, 07 Desember 2010

Pendidikan Bela Negara Part 2


Seperti yang termaktub dalam UUD 1945 (Pasal 30 ayat 2) bahwa konsep pertahanan dan keamanan rakyat semesta (hankamrata) untuk menempatkan TNI & Polri sebagai komponen utama sedangkan rakyat adalah sebagai komponen pendukung. Hal ini berarti bahwa posisi rakyat juga vital dan strategis dalam pertahanan negara.
Komponen yang mendukung pertahanan negara terdiri dari unsur warga negara sebagai sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (SDA), sumber daya buatan (SDB), prasarana /sarana nasional (prasnas) dan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Peranan komponen ini sangat penting dan dibutuhkan baik pada masa damai maupun perang.
Pada masa perang maka tak terhindarkan lagi bahwa TNI dan Polri memikul tanggung jawab untuk berada digarda yang paling depan, dan dibelakangnya segenab potensi pertahanan rakyat mendukungnya dengan beragam satuan dan bentuk partisipasi untuk mengawal negara dari gangguan musuh.
Sedangkan pada masa damai, maka pembangunan dan pembinaan SDM, SDA, SDB, dan prasarana nasional merupakan pilar-pilar pembangunan nasional yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan perencanaan pembangunan nasional yang sudah disepakati. Hasil dari proses pembangunan dan pembinaan tersebut diabdikan untuk memperkuat basis ketahanan nasional.
Bela negara adalah salah satu bentuk pendidikan kewarganegaraan yang merupakan pendekatan untuk terus menumbuhkan elan vital pengabdian warga negara. Pada masa peran tentu jelas agenda dari kegiatan bela negara ini. Namun yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana mengembangkan bentuk-bentuk bela negara yang kreatif, produktif, dan efektif pada masa damai sehingga aktifitas bela negara tidak hanya dimaknai sebagai menpersiapkan komponen rakyat untuk siap perang.

Open Menu dan Partisipatif
Untuk mengisi kehidupan bernegara, dan berbangsa pada masa damai, maka ajaran bela negara tetaplah tak lekang dari substansinya yaitu sebagai wujud pengabdian diri dari rakyat terhadap keberlangsungan keutuhan dan kedaulatan negara dan bangsa.
Bentuk kegiatan bela negara harus mampu menjawab tantangan perubahan zaman dan bisa membaca kondisi kehidupan bernegara dengan cerdik dan tangkas. Masa damai dalam kehidupan negara digunakan untuk mendorong lahirnya beragam  bentuk  aktivitas rakyat yang sesuai dengan situasi, kondisinya.
Negara harus membuka seluas dan selebar mungkin ruang partisipasi publik untuk memaknai, mengapresiasi, dan mengaktualisasikan ajaran bela negara.  Keleluasaan rakyat untuk menjadi pihak yang menjadi penentu lahirnya kebijakan (pengambil keputusan) dalam pelaksanaan bela negera maka lebih menjamin keberlanjutan ajaran bela negara di warga masyarakat.
Varian profesi dan aktifitas dari rakyat yang multidimensi harusnya menjadi alasan utama dibebaskannya rakyat dari paradigma bela negara yang ”militeristik”. Namun justru dibukanya pilihan bebas (open menu) untuk melakukan aktifitas bela negara mulai dari tahap merencanakan, menentukan bentuk, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pendidikan  bela negara (partisipatif).
Persoalan yang menganggu kehidupan kebangsaan dan kenegaraan telah jelas didepan mata, korupsi yang mengurita, narkoba, moralitas bangsa, kemiskinan, ancaman desintegrasi, dll. Negara selanjutnya hanya memfasilitasi, membuatkan koridor dari gagasan anak bangsa yang mencoba mengimplementasikan model pendidikan bela negara yang terkait beragam persoalan tersebut.
Misalnya komunitas pemuda, atau mahasiswa apabila memilih kegiatan anti narkoba sebagai bentuk kegiatan  bela negara, maka negara harus memfasilitasi dan mendukungnya sehingga menjadi kegiatan yang efektif, partisipatif, manfaat karena menunjang kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengorganisir pemuda lainnya, memberikan pendidikan, kampanye masal, mendampingi penyembuhan para korban, penggalangan dana, dll.
Pada masa damai rasanya kegiatan semacam itu akan lebih manfaat daripada mengandangkan mereka dengan kegiatan yang miletiristik seperti bentuk wajib militer dan sejenisnya. Yang substansi dari hal tersebut adalah negara ikhlas terhadap terjadinya penguatan pada masyarakat sipil berdaya (civil society), memberikan kebebasan, ruang publik, partisipasi kepada rakyat untuk menyelesaikan poermaslahanya sendiri.
Sejalan pula dengan konsep pemberdayaan masyarakat pula bahwa memberikan ruang publik bagi masyarakat untuk mampu merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi sebuah kegiatan pendidikan bela negara. Secara konseptual hal ini akan lebih menjanjikan keberlanjutannya daripada sebatas memberikan semua itu secara top down dan menetapkan menu yang tertutup (fixed menu).

Shalat dan Otak

 
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa menghadap Allah (meninggal dunia), sedangkan ia biasa melalaikan Shalatnya, maka Allah tidak mempedulikan sedikitpun perbuatan baiknya (yang telah ia kerjakan tsb)”. (Hadist Riwayat Tabrani).

Sholat itu Membuat Otak Kita Sehat. “Maka dirikanlah Shalat karena Tuhanmu dan Berkurbanlah”. (QS. Al Kautsar: 2)

Sebuah bukti bahwa keterbatasan otak manusia tidak mampu mengetahui semua rahasia atas rahmat, nikmat, anugerah yang diberikan oleh ALLAH kepadanya.

Seorang Doktor di Amerika ( Dr. Fidelma) telah memeluk Islam karena beberapa keajaiban yang di temuinya di dalam penyelidikannya. Ia amat kagum dengan penemuan tersebut sehingga tidak dapat diterima oleh akal fikiran.

Dia adalah seorang Doktor Neurologi. Setelah memeluk Islam dia amat yakin pengobatan secara Islam dan oleh sebab itu telah membuka sebuah klinik yang bernama “Pengobatan Melalui Al Qur’an” Kajian pengobatan melalui Al-Quran menggunakan obat-obatan yang digunakan seperti yang terdapat didalam Al-Quran. Di antara berpuasa, madu, biji hitam (Jadam) dan sebagainya.

Ketika ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam maka Doktor tersebut memberitahu bahwa sewaktu kajian saraf yang dilakukan, terdapat beberapa urat saraf di dalam otak manusia ini tidak dimasuki oleh darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara yang lebih normal.

Setelah membuat kajian yang memakan waktu akkhirnya dia menemukan bahwa darah tidak akan memasuki urat saraf di dalam otak tersebut melainkan ketika seseorang tersebut bersembahyang yaitu ketika sujud. Urat tersebut memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu saja. Ini artinya darah akan memasuki bagian urat tersebut mengikut kadar shalat lima waktu yang diwajibkan oleh Islam. Begitulah keagungan ciptaan Allah.

Jadi barang siapa yang tidak menunaikan sembahyang maka otak tidak dapat menerima darah yang secukupnya untuk berfungsi secara normal. Oleh karena itu kejadian manusia ini sebenarnya adalah untuk menganut agama Islam “sepenuhnya” karena Sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan oleh Allah dengan agamanya yang indah ini.

Kesimpulan :

Makhluk Allah yang bergelar manusia yang tidak shalat walaupun akal mereka berfungsi secara normal tetapi sebenarnya di dalam sesuatu keadaan mereka akan hilang pertimbangan di dalam membuat keputusan secara normal. Justru itu tidak heranlah manusia ini kadang-kadang tidak segan-segan untuk melakukan hal hal yang bertentangan dengan fitrah kejadiannya walaupun akal mereka mengetahui perkara yang akan dilakukan tersebut adalah tidak sesuai dengan kehendak mereka karena otak tidak bisa untuk mempertimbangkan secara lebih normal. Maka tidak heranlah timbul bermacam-macam gejala-gejala sosial masyarakat saat ini.

Senin, 06 Desember 2010

Hati yang Sakit


Piluh kesah yang telah melandah setiap hati orang
Kini telah melanda hati ini
Melabuhkan kedukaan yang amat mendalam
Menghenghentikan setiap aliran darah ini
Memecahkan setiap denyut nadiku
Merobek setiap hembusan nafas ini
Menusuk setiap lembaran hati yang telah kering ini
Membuai dalam setiap langkah hidupku ini,
Tak pernah ada yang mengerti
Setiap keluh kesah ini telah menghantui aku
Di setiap pagi, siang dan sore bahkan malam disaat aku tertidur lelap

Pendidikan Bela Negara Part 1



Sistem ketahanan negara, khususnya bagi bangsa Indonesia, adalah sesuatu yang sangat penting. Bukan saja karena ada kebutuhan dan tuntutan empirik-objektif kondisi wilayah Indonesia dan pluralisme sosial bangsa Indonesia, tetapi demi kepentingan masa depan bangsa Indonesia sendiri. Tanpa memerhatikan masalah seperti ini, maka setiap orang akan mengalami kesulitan mendapatkan keamanan dan kenyamanan dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Salah satu solusi jangka panjang menciptakan sistem ketahanan negara yang tangguh adalah melalui pendidikan bela negara. Pendidikan dimaksud sesuai amanat Pasal 30 UUD 1945 bahwa setiap warga negara memiliki kewajiban untuk bela negara. Pendidikan bela negara menjadi sesuatu yang wajib, sejalan dengan kenyataan empirik yang berkembang saat ini dan menjadi satu kebutuhan Indonesia, untuk melakukan reorientasi sistem ketahanan nasional. Melalui pendidikan bela negara, diharapkan terbangun kesadaran kolektif bangsa Indonesia yang kuat dan kokoh. Kesadaran kolektif ini akan menjadi fundamen ketahanan negara, di masa kini dan masa yang akan datang. Di samping itu, melalui pendidikan bela negara, diharapkan akan tersosialisasikan nilai-nilai nasionalisme, patriotisme, atau kebangsaan secara rasional, objektif, dan kontekstual.

Letak Indonesia

Hal paling menonjol dan perlu diperhatikan secara seksama, adalah Indonesia berada pada persilangan dua kekuatan besar dunia. Secara geografis, Indonesia berada di persilangan dua benua Asia dan Australia. Dua samudra Hindia dan Pasifik. Kedua letak geografis ini, sudah dikenal lama dan mungkin juga sudah familiar di telinga bangsa Indonesia.
Sementara itu, banyak yang khilaf mengenai letak bangsa Indonesia dari sisi yang lain. Kekhilafan ini menyebabkan kita kurang memiliki kepekaan dan kepedulian yang tinggi, terhadap masa depan ketahanan negara Indonesia. Dalam konteks ini, ada dua letak Indonesia yang perlu mendapat perhatian seksama.
Pertama, letak ideologi. Setuju atau tidak, diakui atau tidak, Indonesia sebenarnya ada di antara persilangan ideologi dunia yang berbeda. Di sebelah Timur ada Australia yang berhaluan liberalisme-kapitalisme. Bahkan, kita dapat menyebutkannya sebagai negara Barat yang ada di Timur. Australia adalah negara benua yang memiliki haluan kapitalisme-liberalisme, sebagaimana yang berkembang di dunia Barat. Sementara, di sebelah Barat Indonesia berbatasan pula dengan negara Asia yang memiliki ideologi sosialis-komunis, khususnya negara Cina.
Kedua, letak ekonomi. Dari sisi mana pun, Indonesia merupakan negara yang berada di daerah persilangan ekonomi yang sangat besar. Indonesia ada di persilangan negara kapitalis-sosialisme. Ekonomi-ekonomi negara Australia dan Singapura adalah negara-negara pengusung kapitalis. Sedangkan negara Cina, masih mengedepankan sistem ekonomi sosialis.
Francis Fukuyama 1998-an, sudah memproklamasikan kemenangan kapitalisme-liberalisme dalam pentas peradaban dunia. Ideologi kapitalisme-liberalisme saat ini, telah menjadi satu ideologi dunia yang kuat dan kokoh, setelah ideologi sosialisme runtuh, khususnya ditandai runtuhnya kampiun sosialisme Eropa yaitu Uni Soviet.
Kendati demikian, keruntuhan Uni Soviet tidak serta merta diikuti melemahnya ideologi sosialisme. Hal ini, ditunjukkan munculnya Cina. Negara sosialis ini muncul dan menggeliat, menjadi salah satu kekuatan ekonomi baru dunia. Produk-produk Cina bermunculan menjadi kompetitor produk ekonomi Asia atau pabrikan Barat lainnya. Barang elektronik dan otomotif dari Cina, sudah merambah ke berbagai penjuru dunia. Ini adalah contoh bahwa Cina mulai menunjukkan kekuatan ekonominya di dunia.
Peta persilangan ini menjadi sangat penting, khususnya bila dikaitkan dengan tarikan ideologi dunia terhadap kultur masyarakat Indonesia. Secara sederhana, dengan adanya tarikan kedua ideologi itu, akankah negara Indonesia terjebak dan hanyut dalam sistem ekonomi dunia atau sistem ideologi dunia? Apakah Indonesia akan memiliki karakteristik keunikan sistem kehidupan ekonomi dan kehidupan berbangsa yang berbeda, dengan sistem ekonomi dunia atau sistem ideologi yang lainnya? Inilah pertanyaaan menarik untuk diperhatikan oleh setiap lapisan masyarakat Indonesia saat ini.

Pengalaman masa lalu

Krisis multidimensi berkepanjangan yang menimpa bangsa Indonesia, perlu ditafsirkan dalam konteks ini. Artinya, krisis nasional Indonesia merupakan satu pertanda permainan ideologi dunia yang sedang melanda bangsa Indonesia. Korea Selatan, dengan ideologi kapitalisme Barat nya, mampu menunjukkan kecepatannya dalam memulihkan krisis ekonomi nasionalnya. Padahal, krisis moneter akhir abad XX waktu itu, sebelum menimpa Indonesia, menghantam nilai Won Korea terlebih dahulu. Tapi, temyata mereka dapat pulih kembali dengan cepat.
Hal yang menarik, justru Cina hampir tidak terkena badai krisis moneter tersebut. Terhadap kondisi ini, patut diajukan pertanyaan, mengapa dapat terjadi seperti itu? Salah satu alternatif jawabannya adalah fundamental ekonomi Cina yang kokoh, sehingga sistem ketahanan negara di bidang ekonomi ini, mampu bertahan dari serangan badai krisis akut yang melanda dunia.
Pada sisi lain, bukan hanya Korea Selatan yang kapitalis, namun Cina yang sosialis, begitu kuat dan kokoh dari serangan krisis. Negara jiran Malaysia, yang merupakan salah satu negara yang terkena badai krisis ekonomi, ternyata hanya dalam hitungan bulan mampu menunjukkan kebangkitannya kembali. Negara ini, selain memiliki wajah ekonomi kapitalis, tetapi memiliki wajah ekonomi syariah. Salah satu kebijakan politiknya, Mahathir Muhammad di saat masih menjabat sebagai Perdana Mentri Malaysia adalah menolak bantuan IMF dalam memulihkan ekonomi mereka. Padahal, IMF adalah instrumen kapitalisme global.
Jika Korea dapat pulih dengan IMF, Malaysia dapat pulih dengan menjauhi IMF. Bagaimana Indonesia? Sekali lagi kita temukan, Indonesia adalah negara yang masih gamang. Bukan hanya gamang dalam ideologi, tetapi juga gamang dalam ekonomi. Dalam konteks pemulihan ekonomi nasional ini, Indonesia gamang. IMF diterima setengah hati, bangkit dengan keunikan ekonomi koperasi sebagai sokoguru nasional Indonesia juga setengah hati, muncul dengan ekonomi syariah setengah hati. Akibatnya, sudah sangat jelas, kita tidak mudah keluar dari krisis nasional.
Dari sisi ideologi, akibat ketidakjelasan kepemihakan bangsa Indonesia, kita menjadi bulan-bulanan politik dunia. Australia, yang bernafsu menjadi polisi dunia di Asia Pasifik, begitu semangat mendukung program-program globalisasi atau kapitalisme dunia. Dalam masalah perang melawan terorisme, Australia menjadi negara terdepan dalam mengampanyekannya. Bahkan, Australia sebagai negara Timur, menjadi pendukung utama penyerangan ke Irak. Australia seolah-olah menjadi saudara kembar Amerika Serikat dalam berbagai kampanye dunia global, kampanye kapitalisme, dan kampanye antiterorisme.
Sebagai satu negara kembar Barat yang ada di Timur, Australia kerap mengejutkan nurani bangsa Indonesia. Program antiterorisme atau Detasemen 88 milik Polri, dalam operasinya, tidak terlepas dari pantauan Australia. Bahkan, angka 88 pun dihipotesiskan dan dinisbatkan kepada jumlah korban warga Australia dalam peristiwa bom Bali.
Pada satu bulan terakhir, Autralia kerap memunculkan kebijakan-kebijakan yang kurang menyamankan bangsa Indonesia. Pembelian senjata perang jarak jauh, statemen politik yang menyerang dan menyudutkan Indonesia, campur tangan Australia dalam beberapa kasus kriminal di Indonesia, merupakan sebagian persoalan keamanan negara yang terpengaruhi oleh peran Australia yang berobsesi menjadi polisi dunia di wilayah Asia Pasifik.

Pendidikan bela negara

Salah satu solusi jangka panjang menjaga keutuhan, keamanan, dan kenyamanan hidup berbangsa dan bernegara, Indonesia membutuhkan fundamental ekonomi, budaya, dan pertahanan keamanan nasional yang kuat dan kokoh. Tanpa fundamental ketahanan nasional yang kuat, ancaman keamanan dan kenyamanan bangsa sangat rentan. Untuk itu, solusinya adalah pendidikan kewarganegaraan melalui pendidikan bela negara.
Pendidikan bela negara ini menjadi penting, karena pertama kebutuhan legal. Secara hukum, khususnya merujuk Pasal 30 UUD 1945, setiap warga negara memiliki kewajiban bela negara. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan bela negara menjadi sesuatu hal yang legal dan dipayungi konstitusi negara yang sangat kuat.
Kedua, sebagaimana merujuk pada penjelasan di atas, pendidikan bela negara menjadi sesuatu yang wajib, sejalan dengan kenyataan empiris yang berkembang saat ini, yaitu jika dikaitkan dengan kondisi empiris Indonesia yang berada pada persimpangan kepentingan dunia. Realitas empiris inilah yang menjadi satu kebutuhan Indonesia untuk melakukan reorientasi sistem ketahanan nasional.
Ketiga, kepentingan masa depan, khususnya dikaitkan dengan potensi ancaman di masa yang akan datang. Dalam versi AS dan sekutunya, ancaman terbesar dunia zaman sekarang ini adalah terorisme. Terorisme dimaksud adalah terorisme negara dan teorisme kelompok. Negara besar yang kuat secara militer dan/atau kuat secara ekonomi-politik, merupakan ancaman yang potensial sebagai terorisme negara di masa yang datang. Sebagai contoh kasus penyerangan ke Irak. Kendati tidak mengantongi izin PBB, AS yang merasa kuat secara ekonomi dan militer, kemudian melaksanakan penyerangan ke Irak. Hal demikian, menjadi preseden dan indikasi bahwa negara yang kuat secara ekonomi dan militer, potensial menjadi terorisme negara kepada negara-negara lain. Dengan mengatasnamakan melawan terorisme, negara besar dapat menjadi negara teroris. Bahkan, Palestina sampai sekarang tidak pemah merasakan kenyamanannya sebagai satu negara berdaulat. Sementara, Israel dengan segala fasilitas hukum, fasilitas politik, serta fasilitas militernya dari AS, tetap menjalankan teror kepada masyarakat Palestina.
Contoh di atas, hanyalah sebagian kecil pengalaman dunia saat ini, yang dapat dijadikan rujukan bahwa ancaman masa depan Indonesia menuntun pentingnya upaya untuk pendidikan bela negara. Dengan program bela negara ini, diharapkan akan terbangun satu kesadaran kolektif nasional Indonesia yang kuat dan kokoh dalam membela bangsa dan negara Indonesia.

Seindah Kenangan


Pagi indah kini menghiasi hariku, setelah semalam mencekam setiap perasaan yang aku rasakan. Tak tahu kenapa setiap malam tiba hati ini selalu merajut setiap luka yang pernah aku rasakan. Dan saat itu juga sakit hati tak tertahan menaungi hati yang telah sunyi ini. Pernah aku mencoba melupakan luka dan sakit ini tapi aku tak bisa. Sungguh sakit yang mendalam dalam setiap langkahku, menanti seribu harapan yang tak mungkin terjadi. Dan hanya dengan keajaibanlah itu bisa terjadi. Walau sakit kian merasa tapi aku masih berharap keajaiban demi keajaiban itu hadir mendatangi hidupku ini. Karena setiap langkah hidup ini tak akan bearti tanpa hadirnya dalam pelukku.

Tatkalah sang mentari dengan teriknya menhangatkan sang bumi, aku jadi teringat saat-saat dia hadir dalam pelukanku menghangatkan hatiku dan tubuhku. Tapi itu kini telah berlalu dan hanya bisa jadi kenangan yang terindah dalam setiap mimpi dan langkah hidupku. Seribu kenangan manis itu sangatlah terlalu indah untuk aku lupakan so aku ingin tetap mengingat dia sebagai gadis yang pernah hadir temani aku dan membuat hidup aku jauh lebih bearti. Dan kuatahui walau berat tapi aku pasti bisa melalui semua ini.

Suatu hal indah yang pernah aku rasakan hanya saat indah dengan dia, gadis pujaanku. Kapan dan dimana aku bisa menemui dia kembali. Untuk mendapakan cinta dan kasih dia lagi, hingga akhir hidupku ini. Jika tak mungkin terjadi…Tak apalah walau sebentar aku telah mengenal dia. Aku sudah cukup bahagia, apalagi jika mendengar berita bahagia dia. Karena kutahu hidup ini akan cepat berlalu, jika aku menikmati hidup ini dengan senang hati dan keriangan. 

Psikologi Remaja


Masa yang paling indah adalah masa remaja.
Masa yang paling menyedihkan adalah masa remaja.
Masa yang paling ingin dikenang adalah masa remaja.
Masa yang paling ingin dilupakan adalah masa remaja.

Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.
Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.
Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
  1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
  2. Ketidakstabilan emosi.
  3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
  4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
  5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
  6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
  7. Senang bereksperimentasi.
  8. Senang bereksplorasi.
  9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
  10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama yang dialami oleh remaja.

Permasalahan Fisik dan Kesehatan

Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan/ keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang percaya diri. Levine & Smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70% remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha. Dalam sebuah penelitian survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya (Kostanski & Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan yang maladaptiv (& Shaw, 2003; Stice & Whitenton, 2002). Lebih lanjut, ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagai pertanda awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polivy & Herman, 1999; Thompson et al).
Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang. Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik mereka yang suka bereksperimentasi dan berskplorasi.

Permasalahan Alkohol dan Obat-Obatan Terlarang

Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan. Walaupun usaha untuk menghentikan sudah digalakkan tetapi kasus-kasus penggunaan narkoba ini sepertinya tidak berkurang. Ada kekhasan mengapa remaja menggunakan narkoba/ napza yang kemungkinan alasan mereka menggunakan berbeda dengan alasan yang terjadi pada orang dewasa. Santrock (2003) menemukan beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, maupun untuk kompensasi.
  • Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya kehangatan dari orang tua, supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif dari orang tua, ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orang tua.
  • Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan sebagai simbol penolakan atas standar konvensional, berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dll.
  • Pengaruh interpersonal: termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, orang yang memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri, kemampuan koping yang buruk, dll.
  • Cinta dan Hubungan Heteroseksual
  • Permasalahan Seksual
  • Hubungan Remaja dengan Kedua Orang Tua
  • Permasalahan Moral, Nilai, dan Agama
Lain halnya dengan pendapat Smith & Anderson (dalam Fagan,2006), menurutnya kebanyakan remaja melakukan perilaku berisiko dianggap sebagai bagian dari proses dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, adanya “ketidaknormalan” yang dialaminya berkaitan dengan organ-organ reproduksinya, pelecehan seksual, homoseksual, kehamilan dan aborsi, dan sebagainya (Santrock, 2003, Hurlock, 1991).
Diantara perubahan perkembangan yang normal. Perilaku berisiko yang paling sering dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok, alkohol dan narkoba (Rey, 2002). Tiga jenis pengaruh yang memungkinkan munculnya penggunaan alkohol dan narkoba pada remaja:
Salah satu akibat dari berfungsinya hormon gonadotrofik yang diproduksi oleh kelenjar hypothalamus adalah munculnya perasaan saling tertarik antara remaja pria dan wanita. Perasaan tertarik ini bisa meningkat pada perasaan yang lebih tinggi yaitu cinta romantis (romantic love) yaitu luapan hasrat kepada seseorang atau orang yang sering menyebutnya “jatuh cinta”.
Santrock (2003) mengatakan bahwa cinta romatis menandai kehidupan percintaan para remaja dan juga merupakan hal yang penting bagi para siswa. Cinta romantis meliputi sekumpulan emosi yang saling bercampur seperti rasa takut, marah, hasrat seksual, kesenangan dan rasa cemburu. Tidak semua emosi ini positif. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Bercheid & Fei ditemukan bahwa cinta romantis merupakan salah satu penyebab seseorang mengalami depresi dibandingkan dengan permasalahan dengan teman.
Tipe cinta yang lain adalah cinta kasih sayang (affectionate love) atau yang sering disebut cinta kebersamaan yaitu saat muncul keinginan individu untuk memiliki individu lain secara dekat dan mendalam, dan memberikan kasih sayang untuk orang tersebut. Cinta kasih sayang ini lebih menandai masa percintaan orang dewasa daripada percintaan remaja.
Dengan telah matangnya organ-organ seksual pada remaja maka akan mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual. Problem tentang seksual pada remaja adalah berkisar masalah bagaimana mengendalikan dorongan seksual, konflik antara mana yang boleh -perubahan yang terjadi pada masa remaja yang dapat mempengaruhi hubungan orang tua dengan remaja adalah : pubertas, penalaran logis yang berkembang, pemikiran idealis yang meningkat, harapan yang tidak tercapai, perubahan di sekolah, teman sebaya, persahabatan, pacaran, dan pergaulan menuju kebebasan.
Beberapa konflik yang biasa terjadi antara remaja dengan orang tua hanya berkisar masalah kehidupan sehari-hari seperti jam pulang ke rumah, cara berpakaian, merapikan kamar tidur. Konflik-konflik seperti ini jarang menimbulkan dilema utama dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan terlarang maupun kenakalan remaja.
Beberapa remaja juga mengeluhkan cara-cara orang tua memperlakukan mereka yang otoriter, atau sikap-sikap orang tua yang terlalu kaku atau tidak memahami kepentingan remaja.
Akhir-akhir ini banyak orang tua maupun pendidik yang merasa khawatir bahwa anak-anak mereka terutama remaja mengalami degradasi moral. Sementara remaja sendiri juga sering dihadapkan pada dilema-dilema moral sehingga remaja merasa bingung terhadap keputusan-keputusan moral yang harus diambilnya. Walaupun di dalam keluarga mereka sudah ditanamkan nilai-nilai, tetapi remaja akan merasa bingung ketika menghadapi kenyataan ternyata nilai-nilai tersebut sangat berbeda dengan nilai-nilai yang dihadapi bersama teman-temannya maupun di lingkungan yang berbeda.
Pengawasan terhadap tingkah laku oleh orang dewasa sudah sulit dilakukan terhadap remaja karena lingkungan remaja sudah sangat luas. Pengasahan terhadap hati nurani sebagai pengendali internal perilaku remaja menjadi sangat penting agar remaja bisa mengendalikan perilakunya sendiri ketika tidak ada orang tua maupun guru dan segera menyadari serta memperbaiki diri ketika dia berbuat salah.
Dari beberapa bukti dan fakta tentang remaja, karakteristik dan permasalahan yang menyertainya, semoga dapat menjadi wacana bagi orang tua untuk lebih memahami karakteristik anak remaja mereka dan perubahan perilaku mereka. Perilaku mereka kini tentunya berbeda dari masa kanak-kanak. Hal ini terkadang yang menjadi stressor tersendiri bagi orang tua. Oleh karenanya, butuh tenaga dan kesabaran ekstra untuk benar-benar mempersiapkan remaja kita kelak menghadapi masa dewasanya.

REFERENSI :

Choate, L.H. (2007). Counseling Adolescent Girls for Body Image Resilience: Strategi for School Counselors. Profesional School Counseling. Alexandria: Feb 2007. Vol. 10, Iss. 3; pg. 317, 10 pgs. Diakses melalui http://ezproxy.match.edu/menu pada 9 Mei 2008
Fagan, R. (2006). Counseling and Treating Adolescents with Alcohol and Other Substance Use Problems and their Family. The Family Journal: Counseling therapy For Couples and Families. Vol.14. No.4.326-333. Sage Publication diakses melalui http://tfj.sagepub.com/cgi/reprint/14/4/326 pada 18 April 2008
Gunarsa, S. D. (1989). PsikologiPperkembangan: Anak dan Remaja. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.
Hurlock, E.B. (1991). Psikolgi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta : Penerbit Erlangga.
Mongks, F. J. , Knoers, A. M. P. , & Haditono, S. R. (2000). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Muss, R. E. , Olds, S. W. , & Fealdman (2001). Human Developmen. Boston: McGraw-Hill Companies.
Rey, J. (2002). More than Just The Blues: Understanding Serious Teenage Problems. Sydney: Simon & Schuster.
Rini, J.F. (2004). Mencemaskan Penampilan. Diakses dari e-psikologi.com pada tanggal 22 April 2006.
Santrok, J. W. (2003). Adolescence (Perkembangan Remaja). Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Setiono, L.H. (2002). Beberapa Permasalahan Remaja. Diakses dari www.e-psikologi.com pada tanggal 22 April 2006.
Tambunan, R. (2001). Diakses dari www.e-psikologi.com pada tanggal 22 April 2006.
Mitos-mitos Seputar “Gak Bakal Hamil”. Diakses dari www.e-psikologi.com pada tanggal 22 April 2006.